32 tahun yang lalu
kami pernah belajar bersama di sebuah fakultas
Universitas negeri di Semarang,
kemarin kami bertemu kembali dalam hal yang direncanakan namun bukan
reuni. Walaupun tidak semua teman sekelas waktu itu bisa hadir, setidaknya kami
berenam sudah cukup bahagia mewakili teman-teman yang lain
32 tahun itu waktu yang lumayan lama, andai saat itu ada
bayi yag baru dilahirkan saat ini dia sudah berumur 32 tahun dan mungkin dia juga sudah punya anak-anak lagi. Begitu
juga kami sebagian besar sudah memang
sudah bercucu.
Namun yang akan aku bahas kali ini bukan soal kami yang sudah beranak-cucu, tetapi soal roda kehidupan
yang selalu berputar, dari dekade ke dekade, dari masa ke masa itu yang sudah kami alami. Dari jaman
yang semua serba susah, repot, sampai giliran waktu bisa menikmati hidup. Dari
jaman miskin saat awal-awal menjadi
orang dewasa sampai kini menjadi nenek-kakek.
Setelah menjadi orang tua dengan usia menjelah enam puluh tahun,
akan berbeda rasa saat kita menyimak atau mendengar kehidupan teman-teman
selama 30 tahun lebih tidak bertemu. Terasa semua sudah beralu tak perlu lagi
rasa sedih yang berlebihan saat mendengar dan mengalam kepahitan hidup, toh
nyatanya kami bisa melaluinya , dan terlalu bahagia bila melihat, mendengar dan
mengalami sendiri suatu yang membuat bahagia. Karena sudah hampir sapa di muara
kehidupan.
Kisah Erna yang dulu merupakan mahasiswi trendi , selalu berbusana modis , cantik ,
pintar dan carming , ke kampus mengendarai mobil bagus saat itu , karena dia
putri sesorang pesohor . Saat itu aku berpikir pasti dia akan bermasa depan
cerah, pekerjaan enak di depan mata, pacar ganteng anak orang terpandang pula.
Namun matematika manusia sering kali berbeda sama kehendak
Tuhan, sering meleset walau sudah berhati-hati dala berhitung. Contohnya
tentang masa depan cerah temanku Erna
tadi, dalam hitungan manusia dia akan bermasa –depan cerah, namun kenyataannya
tidak selalu begitu. Memang Erna mengalami masa depan cerah saat awal membangun
rumah-tangga bersama suaminya. Suami-istri
bekerja di tempat dan posisi yang
banyak diincar orang, di sebuah perusahaan bonafit nasional, keluarganya
pun semakin bahagia dengan kehadiran putra-putrinya.
Hidup sebagai eksekutif muda yang
telah punya segalanya saat usia masih muda, seperti yang diimpikan para
mahasiswa yang baru saja lulus. Namun
jalan hidup tak selamanya mulus untuk mempertahankan dan menjaga apa yang sudah
dimiikinya. Badai-badai kecil itu bisa menggulung perlahan kehidupan seseorang
, satu persatu yang kita punya udah saja diminta kembali pemiliknya ( Tuhan
Semesta). Hingga tak ada lagi yang bisa kita punyai, kecuali iman dan nyawa
yang masih melekat sampai ajal menjemput.
Begitulah kisah Erna, yang akirnya jadi bahan kasak-kusuk kami saat bertemu. Bukan mau
ngegibah sih, di sini kita bisa ambil
pelajaran soal jalan kehidupan yang kadang sulit ditebak.
Tidak perlu pua menyalahkan siapapun, karena yang menjalani juga sudah
ikhlas. Kisah ini untuk menjadi
pelajaran agar kita tetap semangat untuk meraih bahagia apa pun hasilnya nanti.
Kisah Erna ini berbanding terbalik dengan kisah Cila temen kami lainnya, yang saat
kuliah hidup serba minimalis, jalan kaki kemana-mana dan selalu memanfaatkan
momen gratis untuk meminalisir ongkos kehidupan . Kerasnya kehidupan membuatnya
kuat akan segala tempaan hidup, entah lakon apa saja yang dijalani hingga dia
menjadi sukses seperti sekarang. Aku percaya itu pasti ada cawe-cawe Tuhan
Jadi bagaimana setelah 32 tahun berlalu, Erna dan Cila pun
bisa bertemu masih sama-sama sehat dan tertawa bersama. Menertawakan hidup yang
sudah tak lucu lagi tapi asyik untuk dinikmati, seperti kita menonton sinetron
saja
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI
Supported by BRI
Posting Komentar
Posting Komentar