Mendulang Asa ke Bumi Borneo 5

Posting Komentar



Imoeng dan Dwi sampai pula ke Tabalong kembali, setelah agak susah membujuk agar mau ikut serta, akhirnya Dwi mau juga mengikuti ibunya berangkat ke Kalimantan.
“ Kamu sekolah kembali ya Dwi, ibu daftarkan di SMK seperti di Kudus, tak apalah mengulang dari  kelas 1 lagi, ketinggalan setahun tak apa-apa, karena tak ada istilah telat dalam belajar, “ rayu Imoeng pada Dwi agar mau bersekolah kembali, karena sekolahnya terputus di kelas 2 SMK waktu di Kudus.
“ Gak mau, Buk. Dwi mau kerja saja..!”
“ Mau kerja apa kamu dengan ijazah SMP mu itu, Dwi ?”
“ Dwi mau kerja di bengkel, di Kudus aku sudah biasa ikut kerja di bengkel, sedikit-sedikit aku sudah mengerti soal bengkel radiator “ Jawab Dwi menyakinkan ibunya.
“ Ya…sudah kamu kerja di bengkel radiator sebentar milik teman Bapak, nanti Bapak yang bilang sama yang punya !”  Sahut Sofian mendengar percakapan antar Imoeng dan Dwi di teras rumah.
“ Ya …sudah kalau kamu maunya begitu, nanti kalau sudah mengeuasai radiator buka bengkel sendiri saja ya…”  Imoeng akhirnya mengalah dengan keinginan anaknya.
“ Apa mau ikut kerja sama aku..?”  timpal Eko, kakak sulung Imoeng,  yang kebetulan sedang libur jadi bisa kumpul dengan keluarga. Eko juga bekerja di KSP ‘Damai’ milik Haji Damang, namun Eko di tempatkan di Rantau, kira-kira 2,5 jam perjalanan dari Tabalong ke arah Banjarmasin.
“ Aku gak suka kerja di kantoran sepertimu, Mas…,” balas Dwi.
“ Kamu bagian keliling saja , narikin uang dari nasabah tiap harinya.”
“ Gak mau, aku gak mau jadi bank titil, pegang duit orang ntar aku pakai repot..”
“ Ya…sudah kamu kerja di bengkel saja, sambil pelajari baik-baik ya kalau sudah lancar  nanti Bapak kasih modal buat bikin bengkel, eeh…bapak pinjami ya, bukan kasih, jadi kamu harus mengembalikan nanti, harus belajar bertanggung jawab.”
“ Iya ..Pak Dwi akan berusaha…”
Akhirnya Dwi bekerja di bengkel radiator milik Haji Hasan, satu-satunya bengkel radiator di kota Tabalong. Padahal kota seperti Tabalong  yang sudah mulai ramai ini harusnya ada bengkel radiator 3 atau 4, makanya setiap hari bengkel radiator milik Haji Hasan selalu penuh, orang harus memesan dulu bila hendak memakai jasanya. Karena karyawan Haji Hasan juga tidak banyak juga, maka Dwi langsung diterima bekerja di sana.
Baru sebulan bekerja Dwi sudah menguasai benar apa-apa yang harus dikerjakan oleh seorang pebengkel radiator, Dwi memang benar-benar ingin belajar soal radiator karena rencananya bila sudah lancar Sofian akan membantu membukakan bengker radiator sendiri.
Sementara usaha yang ditekuni Imoeng mulai memperlihatkan hasil, sekarang sudah tidak membuat keripik dan rempeyek lagi. Karena usaha membuat telur asin semakin berkembang. Setiap 3 hari seribu butir telur sudah dipesan dan diambil para pedagang sendiri ke rumah, tidak perlu lagi mengantar ke toko-toko dan kios-kios.
Selain itu sebuah toko kecil yang menyediakan berbagai keperluan sudah memenuhi sebagian ruang tamunya yang luas. Belum lagi pesanan-pesanan  teman-temannya  mulai dari makanan, kue, perabot rumah dan dapur juga elektronik semua dilayani. Bahkan yang tidak bisa membayar kontan bisa dengan sisitem menyicil bulanan.
Ayuk dan Ais belajar dengan baik, mereka menjadi anak-anak yang berprestasi di sekolahnya. Kehidupan Imoeng sekeluarga sudah berangsur-angsur berubah. Walaupun sudah tidak mempunyai hutang lagi di Kudus, Imoeng tetap mengirim uang untuk membantu  adik-adiknya yang membutuhkan.
Belum genap 3 bulan Dwi sudah mahir dalam soal radiator dan oleh Sofian dipinjami modal untuk menyewa tempat di pinggir jalan utama dan bangunan semi permanen, serta peralatan  bengkel sudah lengkap semua disediakan. Dwi mulai menanggani pelanggan-pelanggan baru sampai bulan berikutnya karena kewalahan Dwi merekrut teman untuk membantunya. Tidak disangka usahanya cepat sekali berkembang. Banyaknya kendaraan yang masuk ke kota Tabalong, merupakan  peluang yang sangat bagus untuk usaha bengkel.
Tidak menyesal Dwi ikut ibunya ke Kalimantan, kalau masih di Jawa dia pasti masih hidup menggelandang tak pasti, karena jauh dari orang tua dan punya kerjaan yang tetap..
Karena kepiawiannya Sofian menjalankan usaha KSP milik  Haji Damang, Sofian mendapat hadiah untuk pergi melaksanan ibadah haji ke Tanah Suci, namun hanya Sofian sendiri yang berangkat tidak disertai istrinya, Imoeng. Haji Damang tidak akan rugi memberi hadiah pergi haji , kendaraan dan fasilitas rumah yang bagus bagi Sofian. Karena berkat kerja keras Sofian usaha KSP bisa menjadi seperti ini. Lagi pula rata-rata orang Kalimantan tepat waktu bila membayar cicilan, tidak menyusahkan petugas yang di lapangan.
Sebelum pergi haji ke Tanah Suci, Sofian membeli tanah yang rencananya untuk membangun rumah sendiri, karena sumua anggota keluarganya sudah ngumpul di Tabalong, dan kehidupannya di Tabalong semakin menanjak, maka tidak salahnya bila Sofian sekeluarga menetapkan untuk menetap di Tabalong, walaupun Sofian sendiri sering hilir mudik dari kota ke kota di Kalimantan Selatan untuk urusan KSP ‘Damai’.
“ Buk, kita beli tanah di sini saja ya…sepertinya di kota ini rejeki kita berkah berlimpah, mungkin ini kota yang cocok bagi kita, yang ditunjukkan oleh Tuhan,” Kata Sofian terhadap istrinya.
“ Iya..Pak mumpung tanah di sini belum begitu mahal nanti bila sudah semakin pesat dan banyak pendatang masuk pasti harga tanah akan berlipat-lipat “
“ Kita cari yang sesuai keinginan kita, bisa untuk usaha, tidak terlalu jauh dengan kota dan sekolahan anak-anak “
“ Nanti Tanya-tanya ke tetangga siapa tahu ada info tanah hendak dijual..
. “
“ Oke, besok saya  cari info, siapa tahu jadi rejeki kita “
Begitulah, rejeki, hidup, mati semua sudah ada yang mengatur, kita manusia hanya wajib berusaha dan berdoa saja.



b e r s a m b u n g...

srisubekti.com
wife ordinary, writer, fiksianer, kompasianer, Content creator

Related Posts

Posting Komentar